A.
Awal
Mula Islam Masuk ke Andalusia
Pada
zaman bani umatyyah, Pada zaman khalifah Al-Walid Rahimahullah (705-715 M),
salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, dimana
Ummat Islam sebelumnya telah mengusasi Afrika Utara. Dalam proses penaklukan
Spanyol ini terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa
yaitu Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair Rahimahullahum
ajma’in.
Tharif
dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang
berada di antara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima
ratus orang diantaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal
yang disediakan oleh Julian.
Dalam
penyerbuan itu Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang dan
kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya.
Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan
Visigothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar
untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M
mengirim pasukan ke spanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq ibn
Ziyad Rahimahullah.
Thariq
ibn Ziyad Rahimahullah lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol karena
pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari
sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair Rahimahullah dan
sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah al-Walid Rahimahullah. Pasukan
itu kemudian menyeberangi Selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad
Rahimahullah. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat
dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq).
Dengan
dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki
Spanyol. Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, Raja Roderick
dapat dikalahkan. Dari situ Thariq Rahimahullah dan pasukannya terus
menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibu kota
kerajaan Gothik saat itu). Sebelum Thariq Rahimahullah berhasil menaklukkan
kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair Rahimahullah
di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personel,
sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum
sebanding dengan pasukan Gothik yang jauh lebih besar, 100.000 orang.
Sementara
itu terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa
wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan
mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol, Julian bahkan memberikan
pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan Musa
Rahimahumullah.
Hal
menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa tentara Roderick yang terdiri
dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang Selain itu,
orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan
memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.
Kemenangan
pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad Rahimahullah membuat jalan untuk
penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa ibn Nushair
Rahimahullah merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan
maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia
berangkat menyeberangi selat itu, dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat
ditaklukkannya. Setelah Musa Rahimahullah berhasil menaklukkan Sidonia,
Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic,
Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya,
keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian
utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre.
Gelombang
perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn
Abd al-Aziz Rahimahullah tahun 99 H/717 M. Kali ini sasaran ditujukan untuk
menguasai daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Perancis Selatan. Pimpinan
pasukan dipercayakan kepada Al-Samah Rahimahullah, tetapi usahanya itu gagal
dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan
diserahkan kepada Abdurrahman ibn Abdullah al-Ghafiqi Rahimahullah. Dengan
pasukannya, ia menyerang kota Bordreu, Poiter, dan dari sini ia mencoba
menyerang kota Tours. Akan tetapi, diantara kota Poiter dan Tours itu ia
ditahan oleh Charles Martel, sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara
yang dipimpinnya mundur kembali ke Spanyol.
Sesudah
itu, masih juga terdapat penyerangan-penyerangan, seperti ke Avirignon tahun
734 M, ke Lyon tahun 743 M, dan pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah,
Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus dan sebagian dari Sicilia juga
jatuh ke tangan Islam di zaman Bani Umayah. Gelombang kedua terbesar dari
penyerbuan kaum Muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini,
telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh menjangkau Perancis Tengah
dan bagian-bagian penting dari Italia
B.
Perkembangan
Islam di spanyol
1.
Periode pertama (711-755 m) dibawah
pemerintahan para wali yang diangkat oleh bani umayah yang berpusat di damaskus
Andalusia
pada saat itu telah menjadi salah satu propinsi atau wilayah dari kekuasaan
dinasti Bani Umayyah, yang kemudian menjadi negara sendiri di seberang lautan
Mediterania. Keberhasilan umat Islam menaklukan Andalusia saat itu, tidak hanya
berkat jasa Thariq dan pasukannya, juga jasa-jasa orang lain, seperti Tharif
Ibn Malik dan Musa Ibn Nushair, ditambah dengan adanya dukungan material dari
De Graft Julian yang menjadi penguasa di Ceuta.
Musa
Ibn Nushair telah menyambut gembira atas kemenangan pasukan perangnya yang
dipimpin Thariq Ibn Ziyad mengalami kemenangan, sebab ini merupakan peluang
besar di depan mata bagi Musa Ibn Nushair untuk memperluas wilayah kekuasaan.
Untuk itu, Musa Ibn Nushair telah memperluas wilayah kekuasaan. Untuk itu, Musa
Ibn Nushair telah mempersiapkan sekitar 18.000 pasukan guna membantu Thariq Ibn
Ziyad memperluas wilayah kekuasaan Islam. Pada musim panas tahun 712 M, Musa
Ibn Nushair dengan pasukannya menyeberangi selat dan mendarat di benua Eropa.
Musa dan pasukannya berhasil merebut Carmona, salah satu kota terkuat
pertahannya di Andalusia. Kemudian ia melanjutkan ke Seville dan merebutnya
dari tangan orang-orang Gothic. Karena kalah, orang-orang Gothic banyak yang
melarikan diri ke Toledo. Mereka bertahan di kota Toledo selama beberapa bulan,
sampai akhirnya kota itu jatuh ke tangan pasukan Musa Ibn Nushair. Setelah
menguasai Toledo, Musa Ibn Nushair dan pasukannya melanjutkan serangan ke
Meride, sebuah kota yang menjadi ibu kota Andalusia.
Musa
Ibn Nushair dan pasukannya terus melanjutkan penyerangan hingga akhirnya ia
berhasil menaklukan Barcelona. Dari sini
akhirnya Musa Ibn Nushair melanjutkan usaha exspansinya ke Candiz dan Calica.
Di suatu tempat Talavera, Musa Ibn Nushair bertemu dengan Thariq Ibn Jiyad dan
memecat Thariq dari jabatan panglima perang. Pemecatan itu terjadi karena
Thariq Ibn Ziyad dianggap tidak mematuhi perintahnya untuk kembali ke Afrika
Utara setelah berhasil menaklukkan beberapa kota di Andalusia. Bahkan kemudian
Thariq Ibn Ziyad dipenjara karena kesalahan-kesalahan yang telah dibuatnya.Di
sinilah akhir dari riwayat perjalanan
hidup seorang mantan jederal perang Islam yang telah berjasa dalam penyebaran
Islam di negeri Andalusia.
Musa
Ibn Nushair tidak hanya berhenti setelah sampai di Talavera, tetai ia
melajutkan mengejar musuhnya hingga ke pegunungan Pyreni. Lebih dari itu, ia
bahkan memutuskan untuk terus melanjutkan ekspensinya ke wilayah selatan
Perancis, hingga akhirnya ia mencapai negeri Konstantinopel.
Namun
ditengah-tengah perjalanannya, Musa Ibnu Nushair diperintahkan kembali
oleh Khalifah Walid Ibn Abdul Malik
untuk menghentikan serangannya ke Eropa dan ia diminta kembali ke Damaskus.
Kebijakan ini dibuat untuk menghindari bahaya yang lebih besar yang akan
mengancam umat Islam di Andalusia. Selain itu, khalifah Walid Ibn Abdul Malik
merasa takut apabila pengaruh Musa Ibn Nushair melebihi kekuatan pengaruh
khalifah sendiri dan merebut kekuasaan yang telah diraihnya di Eropa. Instruksi
tersebut diterima oleh Musa Ibn Nushair, dan langsung kembali ke Damaskus.
Hanya saja ketika ia tiba di kota itu pada tahun 96 H / 715 M, khalifah Walid
Ibn Abdul Malik telah wafat dan yang berkuasa adalah Sulaiman Ibn Abdul Malik,
saudara Walid Ibn Abdul Malik. Khalifah baru ini meminta Musa Ibn Nushair untuk
menyerahkan kekuasaan dan harta rampasan
yang diperolehnya dari negeri Andalusia.
Niat
khalifah yang tidak baik ini telah dipahami Musa Ibn Nushair. Hanya saja pada
waktu itu, semua rampasan perang dan berbagai kemegahan yang diperoleh Musa Ibn
Nushair dan Thariq Ibn Ziyad telah diserahkan ke khalifah sebelumnya, yaitu
Walid Ibn Malik. Permintaan itu sebenarnya telah dipahami oleh Musa Ibn Nushair
sebagai taktik untuk menjatuhkan dirinya. Hal ini terbukti ketika ia dimasukkan
ke penjara hingga meninggal di ruang tahanan itu. Kebijakan ini dikeluarkan
Khalifah Sulaiman, karena ia merasa tersaingi oleh kekuatan dan pengaruh Musa
Ibn Nushair. Satu hal yang mestinya tidak perlu terjadi.
Begitulah
nasib tokoh penting ini mengakhiri masa hidupnya. Ia mengalami nasib serupa
seperti Thariq Ibn Ziyad. Rupanya ini merupakan hukum karma bagi orang yang
bertindak sewenang-wenang yang telah memecat dan memenjarakan Thariq Ibn Ziyad
hingga akhir hayatnya.
Pesan
Musa Ibn Nushair sebelum meninggalkan Andalusia untuk kembali ke Damaskus
karena panggilan khalifah, ia telah meminta Abdul Aziz Ibn Musa Ibn Nushair
menggantikan posisinya sementara untuk mengatur semua kepentingan masyarakat di
Andalusia. Berdasarkan tugas itu, ia kemudian mengorganisir tata pemerintahan
dan membentuk dewan khusus untuk menyusun undang-undang yang sah sesuai dengan
keadaan penduduk Andalusia. Selain itu, ia juga mencurahkan tenaga dan
pikirannya untuk membenahi sistem irigasi dan pertanian, sebuah bidang yang
selama ini banyak digeluti masyarakat Andalusia. Sehingga para petani
mendapatkan hasil maksimal dari usaha pertanian.
Kebijakan
lain yang dikeluarkannya adalah membebaskan Andalusia dan masyarakatnya dari
perbuatan lalim orang-orang Gothic. Menurunkan pajak, kebijakan toleransi
beragama, menghapuskan diskriminasi karena ras dan agama: memberikan
perlindungan hukum kepada rakyat dn menjamin keamanan serta kesejahteraan,
selain perlindungan terhadap benda dan jiwa mereka. Kebijakan lain yang tak
kalah pentingnya adalah asimilasi, yaitu perkawinan campuran antara orang-orang
Arab Islam dengan penduduk setempat. Bahkan Abdul Aziz sendiri menikahi janda
Roderick yang masih mempertahankan agama dan keyakinannya semula.
Beberapa
kebijakan yang dikeluarkan Abdul Aziz ini menimbulkan simpati rakyat, sehingga
banyak yang memeluk Islam. Proses asimilasi ini merupakan salah satu metode
penyebaran Islam yang terjadi di banyak negara, termasuk di Andalusia.
2.
Periode kedua (755 – 912 m) dibawah
pemerintahan abdurrahman al-dakhil
Abdurrahman
Al-Dakhil adalah Amir pertama yang berhasil menguasai Andalusia, ia adalah
salah seorang cucu dari Abdul Malik Ibn Marwan yang berhasil meloloskan diri
dari kejaran pasukan Abu Abbas Al-Saffah. Melalui rute yang tidak bisa dilalui,
akhirnya ia berhasil memasuki wilayah Palestina, lalu ke Mesir, Afrika Utara
hingga tiba di Ceuta (Septah). Di wilayah inilah ia mendapat bantuan dari
bangsa Barbar dan menyusun kekuatan militer guna menyelesaikan konflik etnik
politik antara bangsa Arab Mudhariyah dengan Himyariyah di Andalusia.
Abdurrahman
diminta oleh pihak Arab Himyariyah untuk membantu merencanakan dan melaksanakan
pemberontakan terhadap kelompok Mudhariyah. Gubernur Yusuf Ibn Abdurrahman
Al-Fikry, yang mewakili kelompok Arab Mudhariyah, menindas kelompok Arab
Himyariyah. Sebelum melancarkan serangan, Abdurrahman mengutus orang
kepercayaannya bernama Bardar untuk mencari tahu perkembangan terakhir yang
etrjadi. Utusan itu diterima dengan baik oleh kabilah-kabilah Arab karena ia
merupakan utusan dari keturunan Bani Umayyah yang berkuasa di Damaskus. Badar
memperoleh informasi mengenai perkembangan politik muktahir yang terjadi di
Andalusia. Berita inilah yang kemudian ia sampaikan kepada Abdurrahman
Al-Dakhil. Dari data dan informasi yang dikumpulkan, akhirnya Abdurrahman dan
para pendukungnya memasuki wilayah Andalisia pada tahun 755 M. Dan memenangkan
peperangan di Massarat pada tahun itu juga, sehingga ia menduduki tahta
kekuasaan Andalusia sebagai bagian dari kekuasaan Dinasti Umayyah di Andalusia,
yang saat itu telah hancur dikalahkan oleh
kekuasaan Bani Abbas.
Yusuf
Ibn Abdurrahman Al-Fikry sangat marah setelah melihat Abdurrahman Al-Dakhil
datang bersama pengikutnya. Karena ia dianggap penentang dan mengancam
kekuasaannya di Andalusia. Kedatangan mereka ke Andalusia ini tidak dianggap
remeh oleh Yusuf. Dengan berbagai cara, Yusuf mencoba mengusir Abdurrahman
Al-Dakhil dan para pendukungnya. Sehingga kelompok Abdurrahman melakukan
serangan atas kekuasaan Yusuf di Cordova pada tahun 139 H / 758 M. Kemenangan ini membawa harum nama
Abdurrahman Al-Dakhil. Sejak saat itulah ia mendirikan kekuasaan Islam di
Andalusia, sebagai bagian dari kepanjangan kekuasaan Bani Umayah yang telah
dihancurkan Bani Abbas pada tahun 132 H / 750 M.
Sejak
Abdurrahman Al-Dakhil menjabat sebagai penguasa Islam di Andalusia, ia
menghadapi berbagai gerakan
pemberontakan internal. Gangguan pihak luar terbesar adalah serbuan pasukan
Paoin, seorang raja Perancis dan puteranya yang bernama Charlemagne. Namun
pasukan pengganggu ini dapat dikalahkan oleh kekuatan Abdurrahman Al-Dakhil.
Hanya saja sebelum usia tugasnya menghancurkan kekuatan musuh dan memantapkan
kekuasaannya di Andalusia, ia keburu meninggal pada tahun 172 H / 788 M.
Pasca
meninggalnya Abdurrahman Al-Dakhil tidak menyurutkan niat generasi penerusnya
untuk tetap mempertahankan kekuasaan. Posisi Abdurrahman Al-Dakhil digantikan
oleh puteranya, yaitu Hisyam I (172-180 H / 788-796 M). Dalam catatan sejarah,
Hisyam I dikenal sebagai seorang Amir yang lemah lembut dan administratur yang
liberal. Semasa ia menjabat, banyak pemberontakan terjadi, diantaranya adalah
pemberontakan di Toledo yang dilakukan oleh dua orang saudaranya, yaitu
Abdullah dan Sulaiman. Pemberontakan tersebut dapat diselesaikan dengan baik.
Usai mengatasi pemberontakan tersebut, Hisyam melancarkan serangan ke bagian
Utara Andalusia. Di sini terdapat kelompok kristen yang sering kali mengganggu
keamanan dan ketertiban pemerintahannya. Kota Norebonne dapat dikuasai,
sementara suku-suku yang tinggal di Galica mengajukan perundingan perdamaian.
3.
Periode ketiga (912 – 1013 m) dibawah
pemerintahan An-nasir
Abdurrahman
III dijuluki Al-Nashir (penolong). Ia naik menjadi pemimpin dalam usia yang
sangat muda, yaitu pada usia 21 tahun. Ia diangkat menjadi pemimpin setelah
ayahnya meninggal dunia. Kemudian pada
tahun 301 H/913 M Abdurrahman mengumpulkan pasukan militer yang sangat besar.
Sehingga para perusuh dan musuh-musuhnya merasa gentar dengan pasukan yang kuat
dan besar itu. Dengan kekuatan yang dimilikinya, Abdurrahman melakukan penaklukan kota-kota di bagian
Utara Spanyol tanpa perlawanan. Setelah itu, ia berhasil menaklukan Seville dan
beberapa kota penting lainnya. Para perusuh dan penentangnya, seperti kaum
Kristen Andalusia yang selama itu menjadi penentang utama kekuasaan Islam,
tidak berani melakukan perlawanan terhadap Abdurrahman III. Hanya masyarakat
kota Toledo yang berusaha menentang kekuasaan Abdurrahman III ini. Tetapi, usaha mereka
semua dapat digagalkan, karena kekutan pasukan Abdurrahman III tidak ada
tandingannnya saat itu. Setelah ia berhasil menaklukkan masyarakat Kristen di
Toledo ini, Abdurrahman meneruskan usahanya untuk menundukkan kekuatan Kristen
di bagian Utara Andalusia.
Abdurrahman
dikenal sebagai seorang pemimpin Islam yang tegas dan bijaksana. Ia akan segera
menghancurkan semua gerakan yang akan menantang kekuasaannya. Untuk mewujudkan
keinginannya itu, ia mengeluarkan beberapa kebijakan untuk perbaikan
pemerintahannya. Di antara kebijakan itu adalah sebagai berikut:
a. Politik dalam negeri
Sejak
awal menjalankan pemerintahannya di Andalusia ia sudah menghadapi beberapa
pemberontak, baik dari intern umat Islam ataupun olek kelompok Kriste. Setelah
dua tahun memangku jabatan sebagai penguasa Islam di Andalusia, Abdurrahman III
menghadapi serangan dari Ordano II, kepala suku Lyon yang berusaha merebut
beberapa wilayah kekuasaan Islam. Pada saat bersamaan, Abdurrahman juga tengah
berselisih dengan Al-Mu’iz, Khalifah Fathimiyah di Mesir. Untuk mengatasi
persoalan dalam negeri dan mengusir para perusuh, Abdurrahman III memberikan
kepercayaan kepada Ahmad Ibn Abu Abda. Tugas itu dijalankan dengan baik,
sehingga pasukan Ordano II terdesak. Melihat kenyataan ini, akhirnya Ordano II
berkoali dengan pasukan Sancho, kepala suku dari Nevarra. Namun, usaha usaha
koalisi mereka dapat dipatahkan oleh Abdurrahman III setelah berhasil mengatasi
konflik dengan Khalifah Fathimiah. Dalam pertempuran itu, akhirnya Ordano II
dan Sancho tewas terbunuh.
Setelah
Abdurrahman III berhasil mengatasi gejolak politik dan peperangan di dalam
negeri dan berhasil mengatasi persoalan dengan Al-Mu’iz, akhirnya ia melapaskan gelar Amir dan memproklamirkan
gelar baru, yaitu khalifah dengan sebutan Al-Nashir li Dinillah. Sejak saat
itulah para penguasa Islam di Andalusia menggunakan gelar tersebut. Dengan demikian pada masa ini terdapat dua khalifah
Sunni di dunia Islam; satu di Bagdad dan satunya lagi di Andalusia. Sementara
di dunia Syi’ah, terdapat satu khalifah di Mesir, yaitu khalifah dari Dinasti
Fathimiah.
b. Politik luar negeri
Setelah
berhasil membangun kekuatan politik di dalam negeri, Abdurrahman melakukan
exspansi ke luar Andalusia. Hal itu dilakukan sebagai perwujudan dari kebijakan
politik luar negeri yang diambilnya. Salah satu exspansi yang dilakukan adalah
serangan ke wilayah Afrika Utara, yang sedang diincar oleh Dinasti Fathimiah.
Kalau wilayah Afrika Utara tidak dapat dikuasai, maka akan dengan mudah pasukan
lain masuk ke wilayah Andalusia. Pada masa ini, Dinasti Fathimiah di Afrika
Utara tengah berusaha melancarkan perluasan wilayah ke Barat, bahkan dengan
bekerja sama dengan Umar Ibn Hafsun, Dinasti Fathimiah berusaha menaklukan
kekuatan Umayyah di Andalusia. Untuk menahan kekuatan Dinasti Fathimiah itu,
Abdurrahman III mendapat bantuan dari penduduk Afrika Barat, dan ia berhasil
menaklukan sebagian wilayah tersebut. Akan tetapi, kemenangan itu hanya
bersifat sementara karena tak lama kemudian datang serangan yang sangat hebat
yang datang dari suku-suku Kristen, sehingga pasukan Abdurrahman III terdesak
ke luar Afrika.
Kebesaran
khalifah Abdurrahman telah melambung tinggi hingga ke Konstatinopel, Italia,
Perancis dan Jerman. Negara-negara ini berusaha menjalin hubungan kerja sama
dengan mengirim duta besar mereka ke Andalusia. Hal ini membuktikan bahwa
Abdurrahman III tidak hanya sebagai seorang Khalifah yang memuliki kepedulian
di bidang militer atau hal-hal yang berkaitan dengan persoalan dalam negeri,
tetapi juga sangat peduli dalam bidang diplomatik. Hubungan diplomatik ini akan
sangat membantu kerja khalifah di luar negeri.
c. Mendirikan angkatan laut.
Untuk
memberikan keamanan yang terbaik bagi rakyatnya, maka Abdurrahman melakukan
kebijakan dalam bidang militer. Salah satu kebijakan yang diambil adalah
rekruitmen atau pengangkatan tentara dari masyarakat non-Arab, terutama dari
bangsa Franka, Italia dan Slavia. Mereka didik secara militer, sehingga menjadi
pasukan yang terlatih dan terampil berperang, selain sangat patuh terhadap
khalifah.
Konflik
internal Umat Islam antara Khalifah Bani Umayyah dengan Khalifah Fathimiah di
Afrika saat itu, melahirkan ide besar Abdurrahman III. Untuk menguasai jalur
Laut Tengah dan benua Afrika, Khalifah memerlukan angkatan laut yang cukup
besar. Untuk itulah ia membentuk armada angkatan laut yang dilengkapi dengan
300 buah kapal perang. Dengan kekuatan ini, pasukan Umayyah berhasil menguasai
Ceuta (Septah) di ujung benua Afrika Utara, sehingga dengan mudah menguasai
wilayah-wilayah lain di sekitar Ceuta.
d. Membangun Kota Cordova
Pada
awalnya kota Cordova merupakan kota kecil yang tidak memiliki daya tarik bagi
bangsa lain. Namun setelah khalifah Abdurrahman III berhasil menguasai kota
Cordova, maka ia menjadikan kota Cordova sebagai kota terbesar dan termegah di
dunia saat itu. Kebesaran dan kemegahan kota tersebut ditandai dengan adanya
istana dan bangunan gedung-gedung mewah, masjid-masjid besar, jembatan yang
kokoh dan panjang yang melintasi sungai Wail Kabir dan Madinah Al-Zahra,
sebagai salah satu kota kecil dan mungil yang terletak di salah satu penjuru
Cordova. Pada masa itu, Cordova memiliki 300 masjid besar, 100 istana megah,
1.300 gedung dan 300 buah tempat pemandian umum.
Selain
itu, pembangunan irigasi dan pertanian menjadi ciri utama kota tersebut,
sehingga hasil pertanian menjadi salah satu barang komoditi yang bisa
diperdagangkan. Disamping itu, terdapat perkembangan lain di kota ini, dan hal
yang tak kalah pentingnya adalah pengembangan ilmu, pengetahuan dan peradaban
Islam, sehingga Cordova di kenal sebagai pusat peradaban Islam di Barat.
e. Memajukan ilmu pengetahuan
Abdurrahman
III tidak hanya mampu mengendalikan kondisi politik ke yang lebih baik dan
beberapa pembangunan yang terus mengalami kemajuan, malainkan juga berhasil
memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Ia juga memfokuskan
perhatiannya pada hal-hal yang berkaitan dengan upaya pengembangan ilmu
pengetahuan itu. Misalnya, ia banyak mendirikan lembaga pendidikan dan
perpustakaan, sehingga pada masanya banyak sarjana yang lahir sebagai
intelektual muslim yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Sehingga Cordova
menjadi pusat perhatian dan kunjungan para sarjana atau pencari ilmu dari
berbagai negara di Eropa, Asia Barat dan Afrika.
4.
Periode keempat (1013 – 1086 m) dibawah
pemerintahan Al-Mulukuth Thawaif
Negeri
Andalusia kemudian terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negera kecil di bawah
pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif akibat kekhalifahan
Cordoba runtuh, yang berpusat di suatu kota seperti Kerajaan Malaga, Zaragoza,
Valencia, Badajoz, Sevilla, dan Toledo.
Para
raja-raja kecil itu digelar Mulukuth Thawaif (Raja Lokal) kemudian berseteru
dan berperang satu sama lain tanpa sebab yang jelas. Hanyalah karena ingin saling
menguasai. Kisah-kisah pengkhianatan, kisah-kisah perebutan puteri cantik dan
perebutan harta mewarnai semua perseteruan itu. Mereka tak sadar umat Kristen
telah mempersiapkan kekuatan untuk merebut kembali Spanyol. Ironisnya, kalau
terjadi perang saudara, ada diantara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta
bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa
keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya orang-orang Kristen pada
periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan politik
tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini.
Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan
perlindungan dari satu istana ke istana lain.
5.
Periode kelima (1086 – 1248 m) dibawah
pemerintahan Dinasti Murabithun (1086 – 1143 m) dan Dinasti Muwahhidun (1146 –
1235 m)
Pada
periode ini Spanyol Islam meskipun masih
terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan,
yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun
(1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang
didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil
mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas
“undangan” penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah memikul beban berat
perjuangan mempertahankan negeri-negerinya dari serangan-serangan orang-orang
Kristen. Ia dan tentaranya memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil
mengalahkan pasukan Castilia. Karena perpecahan di kalangan raja-raja muslim,
Yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai Spanyol dan ia berhasil untuk itu.
Akan
tetapi, penguasa-penguasa sesudah ibn Tasyfin adalah raja-raja yang lemah. Pada
tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir, baik di Afrika Utara maupun di
Spanyol dan digantikan oleh dinasti Muwahhidun. Pada masa dinasti Murabithun,
Saragossa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M. Di Spanyol sendiri,
sepeninggal dinasti ini, pada mulanya muncul kembali dinasti-dinasti kecil,
tapi hanya berlangsung tiga tahun.
Pada
tahun 1146 M penguasa dinasti Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut
daerah ini. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumart (w. 1128). Dinasti
ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun’im. Antara tahun 1114 dan
1154 M, kota-kota muslim penting, Cordova, Almeria, dan Granada, jatuh ke bawah
kekuasaannya. Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak
kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan tetapi tidak
lama setelah itu, Muwahhidun mengalami keambrukan.
Pada
tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de
Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya
memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M.
Keadaan Spanyol kembali runyam, berada di bawah penguasa-penguasa kecil. Dalam
kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan
Kristen yang semakin besar.
Keruntuhan Cordova
tidak saja diratapi oleh Umat Islam, tetapi juga seorang penulis Kriten Stanley
Lane Poole dalam bukunya “The Mohammadan Dynasties” mengakui betapa mundurnya
peradaban Andalusia setelah runtuhnya kerajaan Islam Cordova. Pengakuan dunia
Kristen terhadap peradaban Islam Cordova dapat dibuktikan dengan permintaan
Inggris agar pemuda pemuda Inggris dapat menuntut ilmu di Universitas Cordova.
6.
Periode keenam (1248 – 1492 m) dibawah
pemerintahan Bani Ahmar
Raja-raja
Bani Ahmar sangat memperhatikan akan kemakmuran rakyat sehingga pada saat itu
bidang pertanian, dan roda perniagaan sangat maju. Selama 260 tahun kerajaan
raja-raja Bani Ahmar berkuasa, namun timbul di antara mereka perselisihan juga
sengketa. Inilah yang menyebabkan lemahnya kerajaan Bani Ahmar. Bagaimanapun gigihnya
usaha Sultan Muhammad XII Abu Abdillah an Nashriyyah raja terakhir Bani Ahmar
untuk menyelamatkan kerajaannya, akhirnya runtuh juga oleh dua buah kerajaan
Kristen yang bersatu dari utara.
Pada
pertengahan 1491 M, Raja Ferdinand V telah mengepung Granada selama tujuh
bulan, Ferdinand V berkemah di Gumada di sebelah selatan kota. Sebelumnya
Ferdinand V telah menguasai kota-kota lain seperti MalagaAlmeria. Yang terakhir
adalah Granada yang diserahkan oleh raja terkahir Bani Ahmar Abu Abdillah.
Penyerahan Granada ini diserahkan di halaman Istana Alhambra. pelabuhan terkuat
di Andalusia, kemudian Guadix dan Almunicar, dan Baranicar.
Demikianlah
Granada takluk dan menyerah yang diduduki oleh pengikut-pengikut Raja Ferdinand
V dan Ratu Isabella pada tanggal 2 Januari 1492 M/2 Rabiul Awwal 898 H. Karena
kegigihan dan perjuangan Raja Ferdinand V dan Ratu Isabella, Paus Alexander VI
(L. 1431-W. 1503) yang terkenal dengan perjanjian Tordesillasnya pada tahun
1494 ia memberi gelar raja dan ratu ini sebagai "Catholic Monarch"
atau "Los Reyes Catolicos" atau Raja Katolik.
Dengan
kemenangan umat Kristen inilah orang-orang Islam dipaksa keluar dari tanah
Spanyol, untuk yang mau menetap harus berpindah agama. Selain dari itu,
orang-orang Yahudi pun ikut terusir dari tanah ini. Padahal, saat kekuasaan
Islam sedang berjaya mereka mendapat tempat, kehormatan, dan pekerjaan yang
layak oleh orang-orang Muslim Spanyol.
Yang
sangat menyedihkan perpustakan-perpustakaan Islam ikut dibakar dan dihancurkan.
Karya tulis yang sampai kepada kita hanyalah bagian terkecil dari karya-karya
pemikir Islam di zamannya hingga sekarang sulit dicari tandingannya, yang
sebagian besarnya dihancurkan dan dibakar. Alhambra yang megah pun dengan
benteng yang berwarna kemerah-merahan kian tak terawat, kusam, dan tak terlihat
wajah aslinya, dan dijadikan Istana Kristen. Kemudian, Masjid Kordoba yang
megah didirikan oleh Sultan Abu Yusuf Al-Muwahhid pada tahun 785 M yang
diperbesar pada tahun 848, 961, 1187 M., dialih-fungsikan menjadi Gereja Santa
Maria de la Sede.
C.
Kemajuan
pengetahuan Islam di Andalusia
Diantara
tahun (711-1498 M) umat Islam di Andalusia telah membuka lembaran baru bagi
sejarah perkembangan intelektual Islam, bahkan sejarah intelektual dunia. Para
penguasa tidak hanya menyalakan suluh kebudayaan dan peradaban maju, juga
sebagai media penghubung ilmu pengetahuan dan filsafat yang telah berkembang
pada masa-masa sebelumnya, terutama pada jaman Yunani dan Romawi.
Andalusia
pada masa pemerintahan Arab Muslim menjadi pusat peradaban tinggi. Para ilmuan
dan pelajar dari berbagai penjuru dunia berdatangan ke negeri ini untuk
menuntut ilmu pengetahuan. Kota-kota di Andalusia, seperti Granada, Cordova,
Seville dan Toledo merupakan pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan tempat tinggal
kaum intelektual. Selain itu, kota-kota tersebut juga menjadi temapt atau
markas tenatra terkenal. Mereka orang-orang terpilih, terdidik dan pandai,
sehingga menjadi panutan masyarakat dan model dalam berbagai bidng keahlian.
Beberapa
cabang ilmu pengetahuan yang berkembang di Andalusia. Diantaranya:
1. Kedokteran
Diantara
ahli kedokteran yang terkenal pada saat itu antara lain adalah Abu Al-Qasim
Al-Zahrawi. Di Eropa ia dikenal dengan nama Abulcassis. Beliau adalah seorang
bedah ahli terkenal dan menjadi dokter istana. Ia wafat pada tahun 1013 M. Di
antara karyanya yang terkenal adalah Al-Tasrif
terdiri dari 30 jilid. Selain Al-Qasim, terdapat seorang filosuf besar
bernama Ibn Rusyd yang juga ahli di bidang kedokteran. Di antara karya besarnya
adalah Kulliyat Al-Thib.
2. Ilmu Tafsir
Beberapa
ulama’ tafsir yang mucul masa masa itu adalah : Al-Baqi, Ibn Makhlad,
Al-Zamakhsyari dengan karyanya
Al-Kasysyaf, dan Al-Thabary. Selain mereka, terdapat ahli tafsir terkenal saat
itu, yaitu Ibn ’Athiyah. Kebanyakan tafsir yang dibuat mengandung cerita
israiliyat. Kebanyakan tafsir yang dibuat mengandung cerita israiliyat.
Kumpilan tulisannya itu kemudian dibukukan oleh Al-Qurthubi.
3. Ilmu Fiqh
Demikian
juga dengan ulama’ fiqih. Pada saat itu telah bermunculan sebagai tanda berkemangnya
ilmu fiqih. Diantara nama-nama ulama’ fiqih (fuqaha) yang muncul. Mereka antara
lain adalah Abdul Malik Ibn Habib Al-Sulami, Yahya Ibn Laits dan Isa Ibn Dinar.
Mereka adalah ahli fiqh mazhab Maliki. Di antara mereka yang paling berperan
dalam pengembangan mazhab ini adalah Abdul Malik Ibn Habib dan Ibn Rusyd dengan
karyanya Bidayah Al-Mujtahid. Ibnu Rusyd menggunakan metode perbandingan
terhadap pemikiran-pemikiran fiqh yang berkembang saat itu.
4. Ilmu Ushul Al-Fiqh
Selain
perkembangan dalam bidang ilmu fiqh, terdapat pula perkembangan ilmu ushul
al-fiqh (filsafat hukum Islam). Ibn Hazm dan Al-Syatibi adalah dua tokoh
terkenal sangat produktif dalam bidang ini. Di antara karyanya adalah Al-Ihkam
fi Ushul Al-Ahkam karya Ibn Hazm dan
Al-Muwafaqat karya Al-Syatibi.
5. Ilmu Hadits
Selain
ilmu yang penulis sebutkan di atas juga ada beberapa ilmu lainnya , seperti ;
ilmu Hadits. ilmu hadits saat itu juga menjadi perhatian para ulama di
Andalusia. Kebanyakan mereka belajar dari Timur, seperti di Bagdad. Di antara
ahli ilmu hadits adalah Abdul Walid Al-Baji
yang menulis buku Al-Muntaqal.
6. Sejarah dan Geografi
Ada
saat itu pula muncul penulis-penulis terkenal, yaitu Ibn Abdi Rabbi’ dan Ali Ibn Hazm. Keduanya adalah penulis dan
pemikir muslim kenamaan pada abad ke-11 M. Mereka telah menulis lebih dari 400
judul dalam bidang sejarah, teologi, hadits, logika, syair dan cabang-cabang
ilmu lainnya. Pada masa ini juga muncul banyak ilmuan yang menekuni bidang
sejarah dan geografi. Mereka antara lain adalah Ibn Khaldun, Ibn al-Khatib,
Al-Bakry, Abu Marwan Hayyan Ibn Khallaf, yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn
Hayyan. Salah satu karya monumental Ibn Haldun adalah Al-Mukaddimah.
7. Astronomi
Ilmu
astronomi pada saat itu juga mengalami perkembangan yang luar biasa. Para ahli
ilmu perbintangan muslim saat itu berkeyakinan bahwa radiasi bintang-bintang
besar pengaruhnya terhadap kehidupan dan kerusakan di muka bumi ini.
Al-Majiriyah dari Cordova, Al-Zarqali
dari Toledo dan Ibn Aflah dari
Seville, merupakan para pakar ilmu perbintangan yang sangat terkenal saat itu.
8. Ilmu Fisika
Sementara
itu kemajuan dalam bidang ilmu fisika ditandai dengan munculnya sejumlah
fisikawan muslim terkenal. Di antara mereka adalah Al-Zahrawi dan Al-Zuhry.
Selain terkenal dalam bidang fisikawan, mereka terkenal sebagai dokter.
Al-Zahrawi hidup pada masa Al-Hakam II, sedang Al-Zuhry pada masa Abu Yusuf
Ya’kub Al-Mansur, Ubaidillah Al-Muzaffar Al-Bahily, selain sebagai fisikawan,
juga dikenal sebagai pujangga.
9. Filsafat
Dalam
beberapa sejarah Islam telah disebutkan, bahwa Islam di Andalisia telah
memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan intelektual muslim.
Agama ini menjadi jembatan penghubung antara peradaban dan ilmu pengetahuan
Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12 M. Minat untuk mengkaji dalam bidang
filsafat dan ilmu pengetahuan sudah dilakukan pada masa pemerintahan Bani
Umayyah, yakni sejak abad ke-9 M pada masa pemerintahan Muhammad Ibn
Abdurrahman (832-976 M), ketika ia memerintahkan kaum ilmuan dan orang-orang
kepercayaannya untuk mencari data dan naskah-naskah dari Timur di bawa ke Barat
untuk dikembangkan lebih lanjut. Sehingga perpustakaan-perpustakaan dan
universitas-universitas di Cordova penuh dengan karya-karya intelektual muslim.
Kemajuan
intelektual muslim Andalusia yang paling gemilang di bidang filsafat ditandai
dengan munculnya banyak filosuf kenamaan, mereka antara lain adalah Abu Bakar
Muhammad Ibn Yahya Ibn Bajjah, lahir di Saragosa, lalu pindah ke Seville dan
Granada. Ia merupakan seorang filosuf terbesar yang pernah hidup pada abad
ke-12 M. Selain sebagai seorang filosuf, dikenal pula sebagai seorang saintis,
fisikawan, musisi, astronom dan komentator Aristoteles. Karyanya terbesar
antara lain adalah Tadbir Al-Mutawahhid.
Selain
Ibn Bajjah, filosuf terkenal kedua adalah Abu Bakar Ibn Thufail, lahir di
Granada. Ia banyak menulis ilmu kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya
filsafatnya yang cukup terkenal adalah Hay Ibn Yaqdzan (Si Hidup bin Si
Bangkit). Kemudian pada akhir abad ke-12, lahirlah seorang filosuf terkenal
bernama Ibn Rusyd, lahir di Cordova pada tahun 1126 M. Ia memiliki keahlian
tersendiri dalam mengomentari karya-karya filsafat Aristoteles. Pemikiran yang
dikembangkannya sangat rasional. Karena begitu besarnya pengaruh pemikiran Ibn
Rusyd di kalangan kaum intelektual Barat, maka pemikiran yang dikembangkannya
dikenal dengan istilah Avveroisme. Ideologi pemikiran inilah yang membuka
cakrawala pemikiran filsafat bangsa Barat. Sehingga bangsa Barat mengalami
perkembangan yang sangat maju pada masa-masa sesudahnya.
D. Perkembangan Peradaban Islam di Spanyol
a.
Pembangunan Mesjid dan Perkotaan
Dalam
masa pemerintahannya, Abdurrahman II berhasil membangun kota dan daerah
Lusitania, Murcia, Valencia, Castile dan kota-kota lainnya. Kota –kota tersebut
dipeindah dengan bangunan-bangunan umum, seperti masjid-masjid besar,
perpustakaan dan lain-lain, termasuk pembangunan pabrik senjata di Cartagena
dan Cadiz.
b.
Pembangunan Istana, Pertamanan, dan Pemandian
Umum.
Dalam
masa bergulirnya peradaban Islam di Andalusia Berdirilah beberapa istana-istana
megah diantara Istana-istana yang pernah didirikan adalah, Istana Al-Hambra.
Istana ini dilengkapi dengan taman mirta semacam pohon myrtuscommunis dan juga
bunga-bunga yang indah harum semerbak, serta suasana yang nyaman. Kemudian, ada
juga Hausyus Sibb (Taman Singa), taman yang dikelilingi oleh 128 tiang yang
terbuat dari marmer. Di taman ini pula terdapat kolam air mancur yang dihiasi
dengan dua belas patung singa yang berbaris melingkar, yakni dari mulut patung
singa-singa tersebut keluar air yang memancar.
Selain
itu, istana merah ini dikelilingi oleh benteng dengan plesteran yang
kemerah-merahan. Yang lebih unik lagi pada bagian luar dan dalam istana ini
ditopang oleh pilar-pilar panjang sebagai penyangga juga penghias istana
Alhambra. Kemudian, dinding istana itu baik di luar atau pun dalam istana
banyak dihiasi dengan kaligrafi-kaligrafi Arab dengan ukiran yang khas yang
sulit dicari tandingannya.
Ciri
khusus kota adalah adanya tempat pemandian. Di Cordova terdapat 900 pemandian.
c.
Pembangunan Pertanian, Irigasi, Industri,
Perkapalan, dan Perluasan Perdagangan.
Dalam
pertumbuhan Islam di Andalusia, bangsa Arab diperkenalkan dengan persoalan yang
menyangkut pertanian, karena wilayah Spanyol sangat subur bagi pertumbuhan
lapangan pertanian. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh pemerintahan agar
orang-orang di Spanyol bergerak dalam lapangan pertanian.
Spanyol
sudah mengenal irigasi dan saluran - saluran air. Dengan pembangunan irigasi
yang baik mereka dapat membangun kebun kebun, tebu, kapas, padi, jeruk, anggur.
Kemajuan dalam bidang ini membawa kemakmuran dan kesejahteraan masyarakattang
bangunan dikembangkan oleh khalifah-khalifah di Spanyol.
Pemerintahan
Islam di Andalusia juga mengembangkan dan membangun beberapa lembaga berikut
sarana dan prasarananya, misalnya membangun tropong bintang di Cordova,
membangun pasar dan jembatan, melakukan upaya pengendalian banjir dan
penyimpanan air hujan, membangun sistem irigasi hidrolik dengan menggunakan
roda air (water wheel), memperkenalkan tanaman padi dan jeruk, dan mendirikan
pabrik-pabrik tekstil, kulit, logam, dan lainnya.
Selain
itu, ia juga memperluas bangunan irigasi untuk pertanian dan pembangunan
saluran air ke berbagai kota di Andalusia. Pembangunan yang megah adalah mesjid
Cardova, kota Al-Zahra, istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, istana Al-Makmun,
mesjid Seville, dan istana Al-hamra di Granada.
DAFTAR PUSTAKA
Hassan,
Hassan Ibrahim.1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta.
Syalabi,
A. 1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 2. Jakarta: Pustaka Alhusna.
http://www.scribd.com/doc/56216982/2/MASUK-DAN-BERKEMBANGNYA-ISLAM-DI-ANDALUSIA
diunduh tanggal 29 Maret 2012
Merit Casino - 100% Welcome Bonus up to €100 + 200 FS
BalasHapusMerit casino has been around kadangpintar for many years! We are currently offering over 100 games and a new 메리트카지노 bonus for new players: 100% Welcome Bonus up 바카라 to €100 + 200 FS.
Borgata Hotel Casino & Spa, Atlantic City - MapyRO
BalasHapusMapyRO is a Realtime 전주 출장마사지 Gaming, Online 남양주 출장마사지 Gaming (RTG) location offering land based casino gaming 나주 출장안마 in Atlantic 서귀포 출장마사지 City, 인천광역 출장마사지 NJ.